Refleksi dan Kritik Heri Dono Melalui Film Animasi Eksperimental

“Seniman harus membuat karya yang bisa menandai zamannya” – Heri Dono

The Loneliness World, Happily Ever After adalah film animasi eksperimental yang dibuat oleh Heri Dono pada masa pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Film berdurasi 29 menit ini diproduksi oleh Studio Kalahan dan merupakan film animasi kedua yang dikerjakan oleh Heri Dono. Sebelumnya, pada tahun 1993, ia juga pernah membuat animasi berjudul Game Over Matte, yang diproduksi dan dipamerkan di Griffith University. 

Siapakah Heri Dono? Mengapa ia membuat animasi? Heri Dono merupakan seniman kontemporer asal Yogyakarta dan merupakan seniman Indonesia pertama yang sukses menembus art scene global pada awal tahun ’90-an. Karyanya sangat beragam dari lukisan, instalasi, performance, wayang, hingga video art. Ia memposisikan dirinya sebagai seniman sehingga bisa menggunakan media apa saja sebagai media berekspresi. Ia dikenal dengan karya instalasi kontemporer yang banyak terinspirasi dari wayang. 

Film The Loneliness World, Happily Ever After merupakan bagian dari program pertukaran budaya bertajuk “Experimental Wayang Exchange Project” yang diselenggarakan oleh grup wayang experimental Jepang “Corona”, dengan dukungan Japan Foundation Asia Center. Tujuan dari program ini adalah untuk memperkenalkan seniman-seniman yang menggunakan wayang sebagai medium dengan semangat eksperimental kepada masyarakat luas, baik kepada mereka yang sudah akrab dengan wayang, maupun kepada mereka yang belum mengenalnya sama sekali. Ini juga menjadi cara untuk menunjukkan penghormatan dan dukungan kepada para seniman yang tetap konsisten menciptakan karya-karya baru meskipun menghadapi masa sulit selama pandemi COVID-19.

Heri Dono memilih media animasi karena animasi merupakan salah satu media baru. Menurutnya, “Saya pikir media baru bukan sesuatu yang harus dihindari. Seni, sains, dan kebudayaan merupakan satu kesatuan holistik yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dengan teknologi baru saat ini seperti chat GPT, Mid Journey, robot-robot, drone, dan lain-lain, merupakan rumusan baru teknologi yang tidak bisa lepas”. Ia juga berpendapat bahwa animasi dapat menjadi bagian dari seni instalasi. Animasi tidak lagi terbatas pada produksi komersial, melainkan telah memasuki ranah seni murni yang tidak perlu bernegosiasi dengan selera pasar atau masyarakat. Justru melalui animasi, seniman dapat menyampaikan pesan-pesan yang murni dengan mengeksplorasi keartistikan dan estetika.
Balik Layar kali ini, kita akan menjelajahi proses kreatif dan teknis di balik pembuatan animasi The Loneliness World Happily Ever After, yang diproduksi dalam waktu satu bulan. Sebagai animator yang terlibat langsung dalam film ini, saya ingin berbagi pengalaman dan proses kreatif dalam pembuatannya.

Instalasi Karya Heri Dono untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan

Ide Cerita dan Konsep

Ide cerita film ini berangkat dari refleksi Heri Dono terhadap fenomena COVID-19. Ia mempertanyakan apakah pandemi ini merupakan fenomena alamiah atau hasil rekayasa manusia sebagai bentuk genosida atau pemusnahan massal. Katanya, Dalam teknologi perang ada istilah Nubika yang merupakan singkatan dari Nuklir, Biologi, dan Kimia. Perang yang paling efektif dan murah adalah perang biologi. Ia juga menyinggung perang dagang antara China dan Amerika yang berlangsung saat itu,  sebagai suatu fenomena di mana segelintir pihak berusaha menguasai dunia. Ironi ini menurutnya mirip dengan perang Baratayuda dalam pewayangan, di mana demi mencari kebenaran, manusia harus saling membunuh dan menumpahkan darah. Menurutnya, dunia tampak seperti kembali ke masa perang dunia pertama dan kedua. Film ini bertujuan menjadi peringatan agar perang dunia ketiga tidak terjadi.

Dengan film ini, Heri Dono menghadirkan cerita berparodi tragis, di mana perdamaian tercapai ketika semua manusia berubah menjadi roh, dan pindah ke planet lain di sekitar bumi. Namun, ironi pun muncul, meski kehidupan menjadi tenang dan damai, bumi menjadi senyap karena seluruh umat manusia telah tiada.

Menurut Heri Dono inspirasi utama dari film ini berasal dari karya-karya sebelumnya, seperti lukisan, instalasi, performance art, dan video art. Narasi-narasi lama dari karya-karyanya diaktualisasikan kembali dengan fenomena masa kini, sehingga melahirkan nilai-nilai baru. Studio Kalahan, tempatnya berkarya, tinggal, dan mengarsipkan karyanya, merupakah perkebunan inspirasi baginya.

Dengan latar belakang ini, Samuel Indratma sebagai Art Director mengajukan gagasan menarik ketika melakukan pertemuan dengan Heri Dono dan tim yang terlibat, Ia mengusulkan “Bagaimana jika seluruh elemen dalam film ini, baik visual maupun audio, berasal dari karya-karya Heri Dono yang ada di Studio Kalahan? Hal ini memberikan identitas yang kuat sekaligus menjaga keaslian karya seni yang menjadi dasar film ini”. Kemudian Heri Dono sepakat akan gagasan itu.

Storyboard

Heri Dono tidak menulis skenario untuk film ini, melainkan langsung menggambar storyboardnya. Meski demikian, storyboard yang dibuat hanya mencakup adegan-adegan kunci, seperti perang, pengenalan senjata, kemunculan virus, manusia menjadi roh, dan sebagainya. Setelah menggambar storyboard, ia memberikan kebebasan kepada para animator untuk merespon dan mengembangkannya . 

Sebagai animator, saya menggunakan storyboard ini sebagai acuan utama dalam menciptakan adegan-adegan turunan, dengan tetap menjaga inti cerita, sembari menambahkan elemen yang memperkaya visualisasi film.

Pengambilan Aset

Video instalasi Karya Heri Dono untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan

Abram Hendra, yang bertugas sebagai videografer dan fotografer, mendokumentasikan karya-karya di Studio Kalahan dengan sangat detail. Karya yang didokumentasikan mencakup instalasi seperti Flying Angel, Fermentation of Brains, Gamelan of Goro, hingga wayang seperti Wayang Corona dan Wayang Legenda, yang tersebar dari lantai dasar hingga lantai tiga. Proses dokumentasi ini dilakukan didampingi langsung oleh Heri Dono dan manajernya, Agni Saraswati.

Proses pengumpulan aset dilakukan secara menyeluruh, dengan cara memotret setiap figur wayang satu per satu dan merekam video instalasi. Abram juga mengambil video detail dari setiap instalasi untuk memastikan elemen-elemen kecil tidak terlewatkan. Bagi beberapa karakter instalasi, ia menambahkan latar belakang hitam di belakangnya untuk mempermudah proses animasi dan compositing.

Produksi Animasi

Proses pembuatan animasi film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan

Produksi animasi ini berlangsung selama tiga minggu. Selama proses tersebut, saya banyak berdiskusi dengan Samuel Indratma untuk memahami dan merespons karya Heri Dono, sekaligus menggali cara berpikirnya dalam menciptakan karya. Diskusi ini sangat membantu saya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah pekerjaan animasi. Selain itu, saya juga mendapatkan bekal kata-kata dari Heri Dono yang sangat memotivasi: “Kesalahan adalah penemuan baru, jadi jangan takut salah. Eksplorasilah sambil cekikikan.” Kata-kata ini saya pegang erat, sehingga memberi saya keberanian untuk mengeksplorasi aset-aset yang tersedia.

Proses produksi dimulai dengan mengkurasi aset-aset yang ada ke dalam beberapa kelompok, seperti karakter, instalasi, wayang, dan lingkungan (environment). Aset yang memiliki gerakan repetitif, seperti hewan atau malaikat terbang, dianimasikan terlebih dahulu, kemudian diekspor ke format video dengan alpha channel. Kemudian saya membersihkan background wayang-wayang dan aset yang tidak bergerak lainnya. Setelah itu, saya menyusun komposisi adegan, menggabungkan berbagai aset, dan menghidupkannya melalui proses animasi.

Proses produksi ini tentu saja memiliki tantangan. Beberapa tantangan dalam pembuatan animasi ini adalah menggabungkan dan mengkomposisikan aset-aset yang beragam sambil tetap mengacu pada storyboard, memenuhi target durasi 30 menit, serta menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Untuk mengatasi tantangan tersebut, saya tidak mengerjakan setiap adegan secara berurutan, melainkan memulai dari shot yang sudah terbayang visualisasinya. Selanjutnya, saya menyisipkan dan menggabungkan berbagai aset video dan karakter ke dalam satu shot, serta menggunakan kembali video atau karakter yang sudah dipakai sebelumnya untuk shot lain. Pendekatan ini tidak hanya membantu memenuhi target durasi tetapi juga memberikan variasi visual yang menarik dan beragam.
Selain itu, saya tidak langsung mendetailkan setiap shot. Saya lebih dulu menyusun adegan utama untuk seluruh film, baru setelah semuanya selesai, saya kembali mendetailkan masing-masing shot. Metode ini membantu saya mengelola waktu lebih efektif sekaligus memastikan semua elemen animasi dapat tersusun dengan baik.

Heri Dono sedang melakukan proses rekaman suara untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan

Produksi Suara

Syarif Hidayatullah, sang music composer, merekam berbagai bunyi yang dihasilkan oleh instalasi tersebut, di antaranya suara gamelan, beduk, jangkrik, sinden, mainan, sirine hingga pidato. Semua bunyi ini kemudian dipadukan oleh Syarif menjadi komposisi yang utuh dan mendukung narasi film.

Syarif juga merekam suara Heri Dono sebagai tambahan untuk film. Proses dubbing dilakukan di Studio Kalahan setelah melihat preview animasi yang telah dibuat. Heri Dono menyumbangkan suara dengan kata-kata yang berkaitan dengan virus corona dan perang, memberikan dimensi tambahan pada cerita animasi. Syarif kemudian mengolah hasil rekaman tersebut dengan berbagai teknik eksperimental, seperti membuat katanya berulang-ulang, menambahkan bass yang berlebihan, hingga membalik audio (reverse).


Kolaborasi

Film The Loneliness World, Happily Ever After melibatkan kolaborasi dari berbagai individu. Heri Dono memiliki pandangan yang unik dan menarik tentang arti kolaborasi. Ia mengatakan, Kolaborasi yang baik adalah tentang melihat potensi eksplorasi yang muncul dalam proses kerja, bukan semata-mata mengejar kualitas terbaik. Eksplorasi sering kali melibatkan kesalahan dan ketidaksempurnaan, namun justru di situlah proses yang menarik terjadi. Fokus pada hasil yang sempurna dapat membuat seseorang terjebak dan kehilangan kesempatan untuk menemukan hal baru.

Heri Dono menggambarkan proses ini seperti pekerjaan di bengkel, di mana tantangan baru lebih menarik dibandingkan solusi lama yang sudah diketahui. Pandangan ini menjadi dasar pendekatan kreatif dalam proyek ini, mendorong kolaborator untuk berani mencoba hal baru meskipun hasilnya belum tentu sempurna.

Ia juga menekankan pentingnya keberanian untuk memulai dari nol dan mencoba hal-hal yang belum diketahui. Dalam kolaborasi, bekerja dengan individu yang tidak sepenuhnya profesional di bidang tertentu dapat menghasilkan pendekatan baru yang segar. Kesalahan yang mereka buat bisa menjadi formula baru yang berbeda dari cara konvensional. Sebaliknya, jika kolaborator hanya mengandalkan metode yang sudah diajarkan sebelumnya, eksplorasi menjadi terbatas. 

Still image film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan

Pesan dan Harapan

Pesan yang ingin disampaikan oleh Heri Dono melalui film ini, selain tujuan yang sudah disebutkan di atas adalah, bahwa manusia hanyalah penghuni bumi, bukan pemiliknya. Hewan dan tumbuhan telah ada jauh sebelum manusia, sehingga manusia harus menyadari bahwa keberadaannya di bumi adalah sebuah pinjaman, bukan hak milik, dan karenanya tidak boleh bertindak semena-mena terhadap lingkungan. Heri juga menyoroti pandemi virus corona sebagai momen yang menakutkan dan penuh ketidakpastian, di mana banyak orang meninggal tiba-tiba. Sebagai seniman, Heri Dono merasa memiliki tanggung jawab moral untuk mengekspresikan persoalan global ini melalui karya seni sebagai upaya untuk mencatat dan merefleksikan momen penting dalam sejarah dunia.

Heri Dono menggambarkan kesannya terhadap film ini sebagai sebuah karya yang dibuat secara organik dan bersifat kolaboratif, serta mencari kemungkinan baru di luar hal-hal yang umum. Ia berharap penonton tidak sekadar terhibur, melainkan terpicu untuk merenungkan pertanyaan mendalam, seperti “Apa sebenarnya yang diperjuangkan oleh seorang seniman?”

Menurutnya, karya ini tidak bertujuan untuk menghibur sehingga penonton merasa puas dan bisa tidur nyenyak, melainkan untuk memprovokasi pemikiran mereka. “Itu maksudnya masuk ke wilayah fine art,” tegasnya, menekankan bahwa film ini adalah bagian dari seni murni yang menghadirkan tantangan intelektual dan estetika bagi penontonnya.

Demikian ulasan dibalik pembuatan film The Loneliness World, Happily Ever After. Film ini dapat ditonton melalui link berikut ini https://www.experimentalwayangexchangepj.com/video .

Credit

Producer
Heri Dono

Art Director
Samuel Indratma

Writer
Heri Dono

Art Properties
Heri Dono

Sound Arranger
Syarif Hidayatullah

Manager of Studio Kalahan
Agni Saraswati

Animator & Editor
Wahyu Nurul Iman

Photographer & Videographer
Abram Hendra

Documentarist
Ricard Pangabean

Technician
Teguh Hanira

Technician Assistant
Mas Eko

The Art of the Film

Interview dengan Heri Dono tentang Wayang dan film The Loneliness World, Happily Ever After
Jadwal pengambilan gambar dan storyboard film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan
Foto asset untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan
Foto asset untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan
Foto asset untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan
Foto asset untuk film The Loneliness World, Happily Ever After
Sumber gambar: Arsip Studio Kalahan

(Disunting oleh: CP)

Penulis

Animator independen dan pengggas Rimbun Project. Aktif berkomunitas di Animasi Club

Tulisan Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like