Puisi dan animasi memiliki hubungan yang unik dalam dunia seni visual. Sejak awal abad ke-20, puisi telah diadaptasi ke berbagai medium, termasuk film. Eksperimen awal dengan film bisu sering kali menggunakan teks puitis untuk mendukung narasi visual. Namun, perkembangan teknologi animasi memungkinkan puisi tidak hanya dibacakan atau ditampilkan sebagai teks, tetapi juga divisualisasikan dengan cara yang lebih ekspresif.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, beberapa animator independen mulai mengeksplorasi film pendek berbasis puisi, menggabungkan kata-kata dengan gambar yang bergerak untuk menciptakan pengalaman sinematik yang lebih mendalam. Misalnya, Frank Film (1973) karya Frank Mouris memadukan kolase animasi dengan narasi puitis yang bersifat autobiografis. Eksplorasi semacam ini membuka jalan bagi banyak animator selanjutnya untuk menjadikan puisi sebagai landasan dalam pembuatan film animasi pendek.
Animasi menawarkan kemungkinan tak terbatas dalam memvisualisasikan puisi karena sifatnya yang fleksibel dan imajinatif. Sementara film live-action terbatas oleh realitas fisik, animasi dapat menghadirkan metafora dan simbolisme dengan lebih bebas. Setiap garis, warna, dan gerakan dalam animasi dapat memperkuat makna sebuah puisi, memperjelas emosi yang tersirat, atau bahkan menambah interpretasi baru yang tidak bisa dicapai dengan kata-kata saja. Ritme puisi juga dapat dipadukan dengan gerakan visual dan musik, menciptakan keselarasan antara kata dan gambar yang berpengaruh besar bagi pengalaman menonton. Dengan demikian, animasi tidak hanya menjadi alat ilustratif, tetapi juga cara untuk memperluas dan memperdalam makna puisi.

Dalam animasi puisi, sumber teks bisa berasal dari dua jenis: puisi karya penyair terkemuka yang sudah dikenal luas atau puisi dari masyarakat awam yang mungkin belum banyak didengar. Keduanya menawarkan pengalaman yang berbeda tetapi sama-sama menarik. Jika animasi didasarkan pada puisi terkenal, penonton bisa mendapatkan interpretasi visual baru yang memperkaya pemahaman mereka terhadap teks tersebut. Ini bisa membuka lapisan makna yang sebelumnya tersembunyi atau memberi nuansa emosional yang lebih dalam. Sementara itu, puisi dari masyarakat awam sering kali membawa suara yang lebih segar dan personal, mencerminkan pengalaman hidup yang mungkin lebih dekat dengan keseharian banyak orang. Dengan pendekatan ini, animasi tidak hanya menjadi media ekspresi seni tetapi juga ruang untuk memberikan panggung bagi suara-suara yang jarang terdengar.
Pendekatan animasi puisi pun berbeda beda. Ada yang mengutip sebagian kecil, ada yang mengutip secara utuh. Ada yang menggunakan narasi dengan membacakan atau menampilkan teks aslinya, ada pula yang menginterpretasikan langsung dengan audio dan visual bergerak. Empat rekomendasi animasi puisi yang telah tersedia untuk ditonton publik ini, adalah gambaran keberagamannya.
HATE FOR SALE
- Kreator Animasi: Anna Eijsbouts
- Durasi: 2 menit 29 detik
Diangkat dari Hate for Sale karya Neil Gaiman, sebuah puisi tentang kekuatan menggiurkan dan menghacurkan bernama kebencian. Film animasi Hate for Sale menunjukkan berbagai kualitas menggoda dari kebencian, dan mengapa kita terus menerus mempercayainya. Dinarasikan oleh aktor dan seniman alih-suara Peter Kenny, berpadu dengan pendekatan visual nan kreatif Anna Eijbouts, Hate for Sale menjadi mahakarya sastra dan seni visual bergerak, yang diapresiasi di berbagai festival film dan animasi.
THE WORLD
- Kreator Animasi : Ella Dobson
- Durasi: 1 menit 20 detik
Animasi 2D digital ini mengutip beberapa baris puisi Rumi, penyair legendaris Persia, yang diterjemahkan oleh Fatemeh Keshavarz. Bersama iringan musik Chris Heagle, animasi pendek ini memvisualisasikan metafora fenomena alam dan hubungannya dengan perilaku manusia.
THE SAW
- Ilustrasi & Arahan Artistik: Magda Burdzyńska
- Durasi: 3 menit 13 detik
Metafisika berpadu horor saat makhluk hutan dengan gigi berderit datang dan jatuh cinta pada anak petani. Itu adalah sinopsis animasi pendek yang diangkat dari puisi Bolesław Leśmian’s, penyair legendaris Polandia. Dalam animasi puisi ini, untuk menonjolkan rima, musikalitas dan kemerduan bunyinya, para kreator memutuskan menggunakan teks asli berbahasa Polandia. Interpretasi auralnya disampaikan oleh Katarzyna Walczak. Penonton internasional tetap dapat menikmati terjemahan Bahasa Inggrisnya melalui subtitle.
JUNK GIRL
- Kreator animasi: Shalale Kheiri and Mohammad Zare
- Durasi: 15 menit 21 detik
Berdasarkan puisi karya Tim Burton dalam buku The Melancholy Death of Oyster Boy & Other Stories yang terbit tahun 1997, Kheiri dan Zare, duo kreator animasi Iran, mencipta sebuah film animasi stop motion ini. Jika kebanyakan puisi animasi disertai dengan pembacaan larik-lariknya, Junk Girl adalah adaptasi visual dengan hasil akhir sebuah film bisu. Seperti puisinya, film ini berkisah tentang seorang gadis yang terbuat dari sampah. Ia kotor dan bau. Ia tidak berbahagia dan menghabiskan banyak waktunya di tempat pembuangan sampah. Namun pernah ada seorang lelaki menyukainya. Sayang ia terburu-buru membuat keputusan.
Selengkapnya bisa ditonton melalui YOUTUBE PLAYLIST “Animasi Puisi”:
https://youtube.com/playlist?list=PLL5xlVus9vgGcMjAuoytreo8q_1bFXrYr&si=2wWmRWWmHrpaS2mT
***CPS***