Film “kOsOng” beranjak dari pengalaman pribadi para sutradara yang hidup dalam pernikahan tanpa keturunan dengan berbagai tekanan sosial yang mereka hadapi. Dari pengalaman personal ini, mereka memandang keluar dan menemukan banyak kisah paralel dialami perempuan dalam pernikahan tanpa keturunan juga. Tekanan dalam kisah-kisah lain ternyata banyak yang lebih berat, dan polanya hampir serupa satu sama lain, yakni perempuan mengalami tekanan lebih berat dari pasangannya. Bentuk animasi dokumenter lalu muncul dari keresahan akan kurangnya inisiatif masyarakat dalam mendengarkan suara subyek perempuan, mengenai kondisinya, atau pilihannya untuk tidak punya keturunan.
Chonie berpendapat isu ini penting untuk diangkat karena jarang dibicarakan, sementara ada korban-korbannya. Mereka dipertanyakan tubuhnya, hubungan suami-istri-nya, dan kesempurnaannya sebagai perempuan, sementara suaranya sering diabaikan. Utamanya mengenai kehendak pribadi, apa yang diinginkan, mengapa menolak, atau mengapa tidak bisa punya anak. Kehamilan atau memiliki keturunan dianggap sebagai hal yang otomatis oleh masyarakat.
Narasi film “kOsOng” dibangun dengan pendekatan dokumenter wawancara. Para kreator memilih lima orang narasumber dengan latar belakang berbeda, lalu mewawancarai mereka secara terpisah. Film “kOsOng” memilih untuk tidak mengungkap identitas para subjek, sehingga unsur dokumentasi yang dibuat hanyalah rekaman suara. Rekaman wawancara utuh subyek yang masing-masingnya berdurasi 3 hingga 6 jam, lalu dirangkai potongan-potongannya menjadi sebuah kisah berdurasi kurang lebih 10 menit per subjek.
Selain rekaman wawancara, ada juga rekaman suara kejadian nyata. Salah satu subjek membawa alat perekam suara untuk merekam perbincangan dalam beberapa pertemuan keluarganya. Kreator lalu menemukan isi rekaman yang relevan dengan film, dan menyisipkannya dalam kisah subjek tersebut. Karena rekaman suaranya merupakan perpaduan wawancara dengan rekaman kejadian nyata, kisahnya diputuskan menjadi kisah yang membuka dan menutup film. Kisah keempat subyek lainnya bergiliran diungkap di tengah film.
Film “kOsOng” memandang setara setiap kisah subjeknya, karenanya kisah setiap subjek selalu mengungkap kesimpulannya sendiri. Dari rangkaian audio wawancara yang dipadu rekaman kejadian, para sutradara merancang visual yang akan muncul. Visual yang diciptakan dapat berupa reka ulang memori, perwujudan metafora pemikiran, atau perasaan subjek.
Film “kOsOng” memulai proses pra produksi-nya pada Desember 2016 hingga April 2017, dilanjutkan dengan proses produksi dari Mei 2018 sampai Maret 2019, dan pasca-produksi yang berlangsung dari Desember 2019 hingga Maret 2020. Proses pra produksi film “kOsOng” dimulai dengan wawancara subjek pertama pada akhir tahun 2016. Dari wawancara tersebut mereka mendapat gambaran mengenai bagaimana alur penceritaan film ini. Dengan wawancara tersebut juga, mereka membuat concept trailer. Tujuannya adalah untuk mengukur kapasitas produksi yang dibutuhkan, juga sebagai bagian dari pitch deck dalam usaha-usaha mendapatkan pendanaan film ini.
Pra produksi kemudian dilanjutkan dengan wawancara keempat subyek lainnya. Hasil wawancara kemudian dirangkai menjadi draft audio film, juga sebagai referensi untuk merancang adegan yang akan diproduksi. Rancangan adegan untuk bagian film dibuat dengan teknik animasi rotoscope kemudian dibuatkan video referensinya. Sedangkan rancangan adegan untuk bagian film dengan teknik animasi cut-out lalu dibuatkan aset-asetnya, dalam bentuk boneka dan properti set-nya. Proses produksi lalu dimulai dari sini.
Konsep visual dari film ini menggunakan dua gaya animasi tradisional yang dihasilkan dengan teknik animasi rotoscope dan traditional cut-out. Aset-aset visualnya dikerjakan secara manual menggunakan berbagai media tradisional, sehingga menghasilkan lima gaya visual berbeda.
Pemilihan elemen visual di film “kOsOng” selain untuk mengantisipasi keragaman kapasitas visual para artis yang terlibat, juga sebagai cara bercerita. Alasan pertama adalah untuk menandai pergantian subjek di dalam film. Alasan berikutnya adalah untuk menghadirkan karakteristik personal dan kisah mereka, melalui pemilihan elemen visual. Misalnya untuk seorang subjek dengan kisah yang berakhir sedih, media cat air digunakan. Ada juga media cat akrilik yang digunakan untuk subjek dengan karakter personal dan narasi yang teguh, media coloring marker untuk subjek muda dengan pemikiran terbuka, dan seterusnya. Teknik animasi lain yaitu tradisional cut-out digunakan untuk menghadirkan kisah-kisah dari masa lalu subjek.
Sekitar tujuh puluh persen film dibuat dengan teknik animasi rotoscope. Para kreator membuat video referensi, lalu mengambil 8-16 frames (gambar) per detik untuk dibuatkan lineart-nya. Lineart ini kemudian masuk dalam proses coloring dengan media yang dipilih. Setelah melalui proses coloring, setiap frame-nya lalu di scan untuk memasuki proses clean-up, serta disatukan dengan background. Proses selanjutnya serupa dengan pembuatan animasi dan film pada umumnya, yaitu texturing, VFX, editing, color grading, termasuk berbagai tahapan post-produksi audio.
Chonie mengungkap bahwa tantangan terbesar pada proses pembuatan film ini adalah anggaran. Hibah yang didapat untuk produksi film “kOsOng” nyaris separuh dari jumlah yang dibutuhkan. Akibatnya, sepanjang produksi Hizart Studio masih harus berusaha menutupi kekurangan biaya dengan cara crowdfunding dan penjualan merchandise.
Anggaran yang terbatas untuk produksi film animasi berdurasi 77 menit, adalah salah satu alasan produksi film kOsOng melibatkan teman-teman animator dan seniman junior. Hal ini menjadi tantangan besar berikutnya, utamanya dalam hal menyeragamkan standar dan kualitas visual film ini. Tantangan ini kemudian diantisipasi dengan menghubungkan gaya bercerita film dengan elemen-elemen visual seperti yang diungkap beberapa paragraf di atas.
Meski melewati banyak tantangan dan sempat batal mengadakan acara rilis karena pandemi Covid-19, film ‘kOsOng’ akhirnya dirilis terbatas pada 9 September 2020. Sejak rilisnya, film ini telah menjelajah ke beberapa festival film, termasuk menjadi Official Selection Luang Prabang Film Festival 2020 di Laos, VOID International Animation Festival 2024 di Denmark, serta meraih Special Juri Mention pada gelaran Festival Film Dokumenter 2020 di Yogyakarta.
Setelah lebih dari dua tahun diputar di beragam festival dan pemutaran alternatif, pada bulan Mei 2023, film ‘kOsOng’ dirilis online dan dapat ditonton publik di platform Cinemata ini: https://cinemata.org/view?m=49SC41XTb.
Credit
Sutradara
Chonie Prysilia
Hizkia Subiyantoro
Concept Artist
Hizkia Subiyantoro
Rotoscope Artist
Ahmat Amidzan
Balqis Intan
Gilang Arik
Ismail Haryo
Oktivani Anggia Rachmalitta
Animation & Background Coloring Artist
Ahmad Raihan Shofansyah
Balqis Intan
Erick Eko Pramono
Evie Nurmala
Ibram Rulianto
Ismail Haryo Tetuko
Novi Retnosasi
Oktivani Anggia Rachmalitta
Qaharu Aulia Daroyat
Wahidatus Solihah
Yusril Muzakki
Volunteering in Background Paintings
Anka Hilbert
Clean-up Artist
Ahmat Amidzan
Ismail Haryo Tetuko
Cut Out Animation Artist
Amar Fatoni
Oktivani Anggia Rachmalitta
Painting on Glass Animation Artist
Amar Fatoni
Motion Comic Artist
Amar Fatoni
Hizkia Subiyantoro
Motion Animator
Gilang Arik
Designer
Hizkia Subiyantoro
Volunteering in Title Illustration
Hamdan Rizqy Pradana