Industri animasi Indonesia dan global telah menciptakan berbagai gaya visual yang menarik dan memikat hati penonton di seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa gaya visual seperti anime Jepang atau animasi 3D ala Pixar memiliki daya tarik yang kuat. Industri animasi adalah dunia yang penuh dengan kreativitas, imajinasi, dan inovasi yang menarik dan memikat hati penonton di seluruh dunia. Setiap tahun, kita disuguhkan dengan berbagai karya animasi yang memukau, mulai dari film-film blockbuster hingga serial televisi yang mendunia. Namun, di balik kesuksesan karya-karya tersebut, ada satu elemen kunci yang sering kali menjadi pembeda: identitas visual.
Identitas visual bukan sekadar gaya atau estetika, melainkan cerminan dari visi, pesan, dan karakter yang ingin disampaikan oleh penciptanya.
Banyak karya-karya animasi di Indonesia muncul pada era 2000-an hingga kini. Beragam cerita dan style visual sebagian besar memang terpengaruh dari gaya gaya visual mirip-mirip visual anime Jepang, Korea, Amerika, dan Eropa. Hampir tidak ada yang mempunyai ciri khas yang kuat dan otentik*.
Secara singkat otentik dapat diartikan sebagai sebuah produk yang orisinal dan mandiri (tunggal) yang tercipta dari karakter seseorang. Sifatnya yang tunggal tidak bisa dibandingkan dengan yang lain. Berbeda, unik, khas, kuat, dan tidak ada duanya.


Muncul sebuah pertanyaan, bagaimana cara menemukan identitas visual yang unik dalam industri animasi?
Metode yang seringkali kita dengar adalah: ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Sebuah metode yang didasari kenyataan bahwa tidak ada sesuatu yang baru di dunia. Semua terkait atau terhubung satu dengan yang lainnya. Saling menginspirasi.
Geografis dan Iklim berpengaruh pada identitas visual
Kekuatan lokal dalam visualisasi hampir sebagian besar terkait dengan lokasi geografis/iklim. Berdasarkan garis lintangnya, iklim di permukaan Bumi dapat dibedakan menjadi iklim kutub, iklim sedang, iklim subtropis, iklim tropis, dan iklim khatulistiwa. Iklim yang berbeda akan mempengaruhi perilaku warga lokalnya. Kebiasaan hidup sehari-hari, teknologi yang dipakai, pakaian yang dikenakan, interaksi sosial, lingkungan, dan kebiasaan lainnya.
Secara fisik, setiap lingkungan dan keadaan geografis akan mempengaruhi pertumbuhan fisik sebuah orang-orangnya. Misalnya, lingkungan pegunungan yang dingin terjal akan mempengaruhi fisik tertentu dari warganya, berbeda dengan lingkungan pantai tropis yang panas dan berangin. Secara kulit, tinggi badan, otot, cara berbicara, kebiasaan komunal, pakaian, hingga gesture dan mimik wajahnya.
Nah, sebelum kamu meniru gaya visual yang populer tersebut, penting untuk mempertimbangkan bagaimana menemukan dan mengembangkan identitas visual yang unik dan otentik.
Keuntungan Menggunakan Gaya Visual Anime
Tidak ada yang salah dengan menggunakan gaya visual anime sebagai inspirasi dalam film animasi di Indonesia, asalkan itu sesuai dengan tujuan dan audiens yang ditargetkan. Namun, seperti segala sesuatu, ada keuntungan dan kerugiannya. Berikut adalah beberapa di antaranya:
Popularitas dan Daya Tarik:
- Anime sudah memiliki basis penggemar yang besar di Indonesia. Menggunakan gaya visual ini dapat menarik penonton yang sudah familiar dan menyukai anime.
Referensi dan Sumber Daya:
- Banyak tutorial, buku, dan referensi lain yang tersedia untuk mempelajari teknik dan gaya anime, sehingga memudahkan animator untuk menguasai dan menerapkannya.
Estetika yang Menarik:
- Gaya anime dikenal dengan estetika visual yang menarik, karakter yang ekspresif, dan kemampuan untuk menyampaikan emosi dengan kuat.
Pengaruh Budaya Global:
- Menggunakan gaya anime dapat membantu animasi Indonesia lebih mudah diterima di pasar internasional, mengingat popularitas anime di seluruh dunia.
Fleksibilitas Cerita:
- Anime mencakup berbagai genre dan tema, dari aksi hingga drama, fantasi, dan slice of life, memberikan fleksibilitas bagi pembuat animasi untuk mengeksplorasi berbagai jenis cerita.
Menarik. Menggunakan kekuatan sebuah gaya yang sudah dikenal luas adalah sesuatu yang sedikit lebih mudah (meski tidak mudah juga), relatif lebih cepat (meski bisa lebih lama), dan sumber daya yang melimpah (talent, referensi, kebiasaan, dll). Bagaimana dengan kerugiannya?
Kerugian Menggunakan Gaya Visual Anime
Kurangnya Identitas Lokal:
- Mengadopsi gaya anime secara eksklusif dapat menyebabkan kurangnya identitas lokal yang unik, membuat animasi Indonesia sulit dibedakan dari animasi Jepang.
Keterbatasan Kreativitas:
- Mengikuti gaya visual tertentu mungkin membatasi kreativitas animator dalam mengeksplorasi dan mengembangkan gaya yang lebih inovatif dan unik.
Perbandingan dengan Produksi Jepang:
- Penonton mungkin akan membandingkan animasi Indonesia dengan anime Jepang yang sudah mapan dan memiliki stkamur produksi yang sangat tinggi, sehingga ekspektasi mereka mungkin lebih tinggi.
Risiko Saturasi Pasar:
- Dengan banyaknya konten anime yang sudah ada, ada risiko saturasi pasar, di mana penonton mungkin merasa jenuh dengan gaya visual yang sama dan mencari sesuatu yang berbeda.
Kurangnya Keberagaman Visual:
- Menggunakan satu gaya visual dominan dapat mengurangi keberagaman dalam industri animasi Indonesia, yang penting untuk pertumbuhan dan inovasi jangka panjang.
Menggunakan gaya visual anime dalam film animasi di Indonesia bisa menjadi pilihan yang efektif dan populer, terutama jika menargetkan audiens yang sudah menyukai anime. Namun, penting juga untuk mempertimbangkan cara-cara untuk memasukkan elemen budaya lokal dan menciptakan identitas yang unik agar animasi Indonesia dapat berdiri sendiri di kancah internasional.
Inspirasi vs. Meniru: Garis Tipis yang Membedakan
Dalam proses kreatif, inspirasi adalah bahan bakar yang menggerakkan ide-ide baru. Setiap animator, sutradara, atau desainer pasti memiliki sumber inspirasi, baik dari karya orang lain, alam, budaya, atau pengalaman pribadi. Namun, ada perbedaan besar antara terinspirasi dan meniru. Terinspirasi berarti mengambil elemen-elemen yang relevan dan mengolahnya menjadi sesuatu yang orisinal sesuai karakter pribadi masing-masing orang, sementara meniru hanya menyalin tanpa memberikan nilai tambah atau nilai baru.
Contohnya, Studio Ghibli dikenal dengan identitas visual yang khas: latar belakang alam yang detail, karakter dengan ekspresi yang mendalam, dan cerita yang penuh makna. Banyak animator yang terinspirasi oleh karya Hayao Miyazaki, tetapi hanya sedikit yang berhasil menciptakan identitas visual sekuat Ghibli. Mengapa? Karena mereka tidak sekadar meniru, tetapi juga memahami filosofi dan emosi di balik setiap frame.
Penting untuk membedakan antara terinspirasi oleh gaya populer dan menyalin secara langsung tanpa inovasi atau penghargaan yang sesuai. Inspirasi dan pengaruh adalah bagian normal dari proses kreatif, tetapi menyalin karya orang lain tanpa memberikan kredit yang sesuai adalah tindakan yang tidak etis. Sebagai animator, tugas kita adalah mengambil inspirasi dari berbagai sumber, lalu mengolahnya menjadi karya yang orisinal dan bermakna.
Langkah-Langkah Menemukan Identitas Visual
1. Eksplorasi dan Riset
Sebelum menentukan identitas visual, lakukan eksplorasi mendalam. Tonton berbagai film animasi, baca komik, kunjungi pameran seni, atau amati dunia sekitar. Catat elemen-elemen yang menarik perhatian kamu, baik dari segi warna, komposisi, atau gaya animasi. Riset ini akan membantu kamu memahami apa yang sudah ada dan apa yang bisa kamu kembangkan lebih lanjut.
Langkah pertama dalam menemukan identitas visual adalah melakukan eksplorasi dan riset yang mendalam. Ini adalah fase di mana kamu membuka diri terhadap berbagai sumber inspirasi, baik dari dalam maupun luar industri animasi.
– Tonton dan Analisis Karya Animasi:
Nonton film animasi, serial, atau karya pendek dari berbagai genre, budaya, dan era. Perhatikan bagaimana setiap karya menggunakan elemen visual seperti warna, komposisi, gerakan, dan desain karakter. Misalnya, Studio Ghibli dikenal dengan latar belakang alam yang detail, sementara Pixar menonjolkan karakter yang ekspresif dan cerita yang emosional.
– Pelajari Seni Visual Lainnya:
Jangan batasi diri hanya pada animasi. Eksplorasi seni lukis, fotografi, desain grafis, atau bahkan arsitektur dapat memberikan perspektif baru. Misalnya, gaya Art Deco dalam film “The Great Gatsby” atau pengaruh seni tradisional Jepang dalam “Spirited Away”.
– Kenali Lukisan Lokal
Mengenali seni lukis lokal adalah langkah yang efektif. Usahakan mengunjungi museum, galeri, pameran seni yang ada di kotamu, jika perlu pelajari sejarah seni lokal yang banyyak sekali menghasilkan keberagaman dalam hal visual, isu, dan perjalanan dari waktu ke waktu,
– Catat Elemen yang Menarik:
Buat catatan atau mood board untuk mengumpulkan elemen-elemen visual yang menarik perhatian kamu. Ini bisa berupa palet warna, tekstur, atau bahkan suasana yang ingin kamu capai.
– Pahami Filosofi di Balik Karya:
Jangan hanya fokus pada aspek visual, tetapi juga pahami filosofi dan emosi di balik karya tersebut. Apa yang ingin disampaikan oleh penciptanya? Bagaimana elemen visual mendukung pesan tersebut?
2. Temukan Pesan dan Tujuan
Identitas visual harus selaras dengan pesan yang ingin disampaikan. Apakah kamu ingin menciptakan dunia fantasi yang magis, atau mungkin cerita urban yang realistis? Tentukan tujuanmu, lalu pilih elemen visual yang mendukungnya. Misalnya, film “Spider-Man: Into the Spider-Verse” menggunakan gaya komik dan warna neon untuk menegaskan identitasnya sebagai cerita pahlawan super yang segar dan inovatif.
Identitas visual harus selaras dengan pesan dan tujuan yang ingin kamu sampaikan. Tanpa pesan yang jelas, karya animasi bisa kehilangan makna dan daya tariknya.
– Tentukan Tema dan Narasi:
Apa cerita yang ingin kamu sampaikan? Apakah itu tentang petualangan epik, kisah pribadi yang intim, atau kritik sosial? Tema ini akan menjadi fondasi bagi identitas visual kamu.
– Pilih Elemen Visual yang Mendukung:
Setelah menentukan pesan, pilih elemen visual yang dapat memperkuatnya. Misalnya, jika kamu ingin menciptakan suasana futuristik, kamu bisa menggunakan warna neon, desain geometris, dan teknologi canggih. Contohnya, film
“Blade Runner 2049” menggunakan palet warna dingin dan pencahayaan dramatis untuk menciptakan atmosfer distopia.
– Pertimbangkan Audiens kamu:
Siapa target penonton kamu? Anak-anak, remaja, atau dewasa? Identitas visual harus sesuai dengan preferensi dan ekspektasi audiens kamu. Misalnya, animasi untuk anak-anak cenderung menggunakan warna cerah dan karakter yang lucu, sementara animasi untuk dewasa mungkin lebih gelap dan kompleks.
3. Eksperimen dengan Gaya dan Teknik
Jangan takut untuk mencoba gaya atau teknik yang berbeda. Animasi 2D, 3D, stop motion, atau kombinasi semuanya memiliki keunikan tersendiri. Eksperimen ini akan membantu kamu menemukan gaya yang paling sesuai dengan visi kamu. Contohnya, studio Laika dikenal dengan identitas visualnya yang kuat melalui teknik stop motion, sementara Pixar menguasai animasi 3D dengan cerita yang menyentuh.
Menemukan Gaya yang Cocok dengan Kamu
Setelah memiliki gambaran umum, langkah selanjutnya adalah bereksperimen dengan berbagai gaya dan teknik. Ini adalah fase di mana kamu mencoba-coba dan menemukan apa yang paling sesuai dengan visi kamu.
– Coba Berbagai Teknik Animasi:
Apakah kamu lebih nyaman dengan animasi 2D, 3D, stop motion, atau kombinasi semuanya? Setiap teknik memiliki keunikan tersendiri. Misalnya, “Spider-Man: Into the Spider-Verse” menggabungkan animasi 3D dengan gaya komik 2D untuk menciptakan identitas visual yang segar.
4. Buat Sketsa dan Konsep Awal
Visualisasikan ide-ide kamu melalui sketsa atau storyboard. Proses ini akan membantu kamu melihat bagaimana elemen-elemen visual bekerja bersama. Jangan ragu untuk mengulang atau memperbaiki konsep hingga kamu merasa puas.
– Eksplorasi Gaya Visual:
Cobalah gaya yang berbeda, mulai dari realistik hingga abstrak. Misalnya, *The Mitchells vs. The Machines* menggunakan gaya doodle dan tekstur tangan untuk menciptakan kesan yang playful dan personal.
– Uji Coba Palet Warna dan Komposisi:
Warna dan komposisi adalah elemen kunci dalam identitas visual. Coba berbagai kombinasi warna dan lihat bagaimana mereka mempengaruhi suasana dan emosi dalam karya kamu.
– Buat Sketsa dan Prototipe:
Visualisasikan ide-ide kamu melalui sketsa, storyboard, atau animatic. Ini akan membantu kamu melihat bagaimana elemen-elemen visual bekerja bersama dan apakah mereka efektif dalam menyampaikan pesan.
5. Kembangkan Keunikan kamu
Setelah menemukan elemen-elemen yang kamu sukai, gabungkan dan olah menjadi sesuatu yang unik. Identitas visual bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang menjadi otentik. Misalnya, animasi “The Mitchells vs. The Machines” menggabungkan gaya 2D dan 3D dengan sentuhan doodle yang khas, menciptakan identitas visual yang segar dan penuh energi.
– Menjadi Otentik
Setelah melalui fase eksplorasi dan eksperimen, langkah terakhir adalah mengembangkan keunikan kamu. Identitas visual bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang menjadi otentik.
– Gabungkan Elemen yang kamu Sukai:
Ambil elemen-elemen yang menarik dari riset dan eksperimen kamu, lalu gabungkan menjadi sesuatu yang baru. Misalnya, kamu bisa menggabungkan gaya seni tradisional dengan teknologi modern untuk menciptakan sesuatu yang unik.
– Temukan Suara Visual kamu (Voice):
Identitas visual adalah tentang menemukan “suara” kamu sendiri. Apa yang membuat karya kamu berbeda dari yang lain? Apakah itu penggunaan warna yang berani, desain karakter yang unik, atau narasi yang inovatif?
– Jangan Takut untuk Berbeda:
Jangan terlalu khawatir tentang mengikuti tren atau memenuhi ekspektasi orang lain. Identitas visual yang kuat sering kali datang dari keberanian untuk mengambil risiko dan mengekspresikan diri secara jujur.
– Terus Berkembang:
Identitas visual bukanlah sesuatu yang statis. Seiring waktu, kamu mungkin menemukan elemen baru atau mengembangkan gaya kamu lebih lanjut. Terbuka terhadap perubahan dan pertumbuhan adalah kunci untuk tetap relevan dalam industri animasi.
Inspirasi Sebelum Meniru: Kunci Keberhasilan
Menemukan identitas visual bukanlah proses instan. Dibutuhkan waktu, kesabaran, dan keberanian untuk bereksperimen. Ingatlah bahwa inspirasi adalah awal, bukan akhir. Jangan terjebak dalam meniru karya orang lain, tetapi gunakan inspirasi sebagai batu loncatan untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar milik kamu.
Identitas Visual sebagai Cerminan Diri
Dengan melakukan eksplorasi, menemukan pesan yang ingin disampaikan, bereksperimen dengan berbagai gaya, dan mengembangkan keunikan kamu, kamu dapat menciptakan karya animasi yang tidak hanya indah, tetapi juga bermakna dan otentik.
Identitas visual bukan tentang meniru atau mengikuti tren, tetapi tentang mengekspresikan diri dan menyampaikan pesan dengan cara yang unik. Sebagai animator, kamu memiliki kekuatan untuk menciptakan dunia yang penuh dengan imajinasi dan emosi. Jadi, mulailah dengan mencari inspirasi, lalu temukan suara visual kamu sendiri. Karena pada akhirnya, animasi bukan hanya tentang gambar yang bergerak, tetapi tentang cerita yang hidup dan emosi yang menyentuh. Tentang kehidupan itu sendiri.
Selamat berkarya!
—
Industri animasi adalah dunia yang penuh dengan kreativitas, imajinasi, dan inovasi. Namun, di tengah banyaknya karya yang terinspirasi dari gaya populer, penting untuk memahami batasan antara terinspirasi dan meniru. Berikut adalah beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan seniman yang menyalin atau sangat dipengaruhi oleh visual art yang sudah populer, beserta penjelasannya:
1. Derivative Artist: Karya yang Mirip dengan Sumber Asli
Derivative artist adalah seniman yang karyanya sangat mirip atau diambil dari karya orang lain, sehingga dianggap sebagai turunan dari karya asli. Meskipun tidak selalu negatif, istilah ini menunjukkan bahwa karya tersebut tidak memiliki banyak orisinalitas. Dalam industri animasi, menjadi derivative artist bisa menjadi batu loncatan untuk menemukan gaya sendiri, asalkan seniman tersebut terus mengembangkan identitas visual yang unik.
2. Copycat Artist: Meniru Tanpa Inovasi
Copycat artist adalah istilah yang digunakan untuk seniman yang meniru gaya atau karya seniman lain tanpa banyak inovasi atau modifikasi. Istilah ini memiliki konotasi negatif karena menunjukkan kurangnya orisinalitas. Dalam animasi, meniru tanpa menambahkan nilai baru dapat membuat karya terkesan datar dan tidak autentik. Oleh karena itu, penting untuk mengambil inspirasi dan mengembangkannya menjadi sesuatu yang segar.
3. Homage: Menghormati Karya Asli
Homage adalah bentuk penghargaan terhadap karya asli dengan menciptakan karya baru yang terinspirasi darinya. Homage umumnya dilakukan dengan izin dan pengakuan terhadap sumber aslinya. Dalam animasi, homage bisa menjadi cara yang elegan untuk merayakan karya-karya legendaris, seperti yang sering dilakukan oleh studio-studio besar yang terinspirasi oleh gaya Studio Ghibli atau Disney.
4. Appropriation Artist: Menggunakan Elemen Visual Karya Lain
Appropriation artist adalah seniman yang menggunakan elemen visual dari karya lain sebagai bagian dari karya baru mereka. Istilah ini lebih netral dan sering digunakan dalam konteks seni kontemporer. Dalam animasi, appropriation bisa menjadi alat kreatif yang kuat jika dilakukan dengan cara yang etis dan transparan, seperti mengutip gaya visual tertentu untuk menciptakan makna baru.
5. Plagiarist: Menyalin dan Mengklaim Karya Orang Lain
Plagiarist adalah istilah paling negatif, digunakan untuk seniman yang menyalin karya orang lain dan mengklaimnya sebagai karya mereka sendiri. Plagiarisme dianggap sebagai pelanggaran etika dalam seni dan dapat merusak reputasi seniman. Dalam industri animasi, plagiarisme tidak hanya merugikan pencipta asli tetapi juga menghambat perkembangan kreativitas.