Pada bulan September yang lalu, saya berkesempatan mewakili CRAFT International Animation Festival untuk menghadiri Minikino Film Week (MFW) edisi ke 10 di Denpasar, Bali. Festival yang berlangsung dari tanggal 13 hingga 20 September 2024 ini menghadirkan beragam program menarik bagi para pecinta film pendek, termasuk animasi. Saya tiba di hari kelima, tepatnya 17 September, dan menikmati sejumlah rangkaian kegiatan hingga hari terakhir. Kedatangan saya dipantik oleh pertemuan dengan Festival Manager MFW, Stanis Obeth Hollyfield, pada bulan Juli lalu di Festival Film Purbalingga, di mana Animasi Club diberikan katalog MFW 9, yang berisi sejumlah film animasi. Jumlah film animasi di festival ini cukup banyak untuk membuat saya menempuh perjalanan Sleman-Denpasar-Sleman, demi mengalami Minikino Film Week untuk pertama kalinya.
MFW10 menampilkan setidaknya 25 film animasi dari 150 film dalam official selection-nya. Ini belum termasuk pemutaran tujuh film dari Clermont-Ferrand’s Children Program, hasil kolaborasi mereka dengan Clermont-Ferrand International Short Film Festival, atau berbagai animasi yang muncul dalam film-film live-action (biasa disebut hybrid). Selama empat hari di MFW 10, saya berhasil menonton 14 film animasi dari berbagai program yang ditawarkan.
Film-film animasi di MFW10 sangat beragam. Ada film yang dapat ditonton oleh semua umur, anak-anak, hingga film-film yang menyasar penonton dewasa. Genre, tema, dan artistiknya pun sangat beragam. Sebagai gambaran, pada satu program ada film ‘SOMNI’ yang berhasil meninabobokan penonton anak-anak maupun dewasa melalui visual animasi dan audio yang menghipnotis. Kemudian pada program lain berjudul ‘Twisted’, di antara film-film live action bertema serupa, penonton disuguhkan kisah fantasi dengan teknik cut-out animation memikat dari film ‘Wild Tale’ karya Aline Quertain.
Pada program lain berjudul Lost & Found, ada film animasi berjudul ‘Teacups’ karya Alec Green dan Finbar Watson, yang mendokumentasikan pengalaman seorang pria dalam mencegah serangkaian percobaan bunuh diri. Ada pula film ‘The Waiting’ karya Volker Schlacht, film animasi dokumenter tentang misteri kepunahan sebuah spesies katak yang polanya serupa dengan punahnya beberapa spesies lain. Pernah membuat sebuah film animasi dokumenter, dan beberapa kali mempromosikan genre ini dalam forum, menonton kedua film ini menjadi salah dua pengalaman terbaik saya selama mengunjungi MFW10. Dari drama, komedi, hingga dokumenter animasi, film-film animasi di MFW10, meski masih dilabeli sebagai genre, mencakup banyak isu menarik, relevan, dengan jawaban-jawaban ‘why animation’ yang memuaskan.
Pada sejumlah program, diadakan diskusi langsung bersama kreator film yang hadir. Saya sempat menonton dua program yang dihadiri kreator film animasi di dalamnya. Mereka adalah Sonja Rohleder untuk film SOMNI, dan Olivia Griselda untuk film She and Her Good Vibrations. She and Her Good Vibrations adalah film animasi komedi tentang petualangan seorang perempuan yang secara tak terduga mulai kehilangan kontak dengan realitas setelah mencoba sebuah ‘alat pijat pribadi’. Olivia Griselda, co-sutradara film ini adalah filmmaker asal Indonesia yang berkarya dan menetap di Singapura. Dalam sesi diskusi, Olivia yang tidak memiliki latar belakang animasi, bercerita bahwa butuh waktu beberapa tahun baginya untuk menemukan animasi sebagai bentuk film ini, karena berbagai metafora dan unsur-unsur surealisme di dalamnya. Ia juga mengungkap bahwa perjalanan ide cerita dari satu pitching forum ke yang lainnya, berperan mempertemukannya dengan co-sutradara Sarah Cheok dan produser Jerrold Chong. Keduanya berlatar animasi. Proses penyutradaraan pada akhirnya berjalan cukup lancar karena Olivia dan Sarah keduanya memiliki kekuatannya masing-masing. Olivia lebih banyak terlibat dalam menentukan bit-bit komedi, editing, dan sound design, sedangkan Sarah banyak berperan dalam kerangka kerja animasinya. Diskusi ini sangat inspiratif dan memperlihatkan bagaimana kolaborasi lintas latar belakang dapat memperkaya produksi film animasi.
Selain pemutaran film, MFW 10 juga mengadakan lokakarya bertajuk “Introducing Animation” bersama Sonja Rohleder yang mengajak anak-anak usia 9 hingga 15 tahun untuk menciptakan animasi looping di atas kertas. Dengan bantuan aplikasi sederhana di smartphone, karya mereka bisa segera dilihat dalam bentuk animasi bergerak. Lokakarya ini menunjukkan bahwa animasi dapat menjadi sarana bagi generasi muda untuk mengeksplorasi kreativitas dan menemukan bakat dalam medium visual.
Tiga film animasi pendek yang masuk nominasi Best Animation Short di MFW 10 adalah In the Shadow of the Cypress karya Hossein Molayemi dan Shirin Sohanidari dari Iran, Sweet Like Lemons karya Jenny Jokela dari Inggris dan Finlandia, serta Wild Tale dari Belgia dan Perancis. Di luar kategori Best Animation Short, film-film animasi juga menjadi nominasi pada kategori lain seperti film SOMNI yang merupakan nominasi Best Children’s Short dan film HEY LITTLE ONE karya Sarah L’Hérault dari Canada sebagai nominasi Best Documentary Short. Hal ini membuktikan animasi sebagai medium yang mampu menghadirkan cerita-cerita kuat dalam berbagai genre film.
Pada malam penghargaan yang berlangsung di Taksu Hall, Dharma Negara Alaya, Sweet Like Lemons diumumkan sebagai Best Animation Short MFW 10. Film ini menggunakan teknik frame-by-frame manual painting untuk menceritakan kisah emosional seseorang yang berusaha melepaskan diri dari relasi yang berbahaya. Dalam ulasannya, Ash Hoyle, mewakili kelompok juri internasional, menyebut film ini sebagai “penciptaan visual yang penuh energi, menggambarkan ketidakstabilan relasi yang toksik melalui animasi yang penuh imajinasi dan pergerakan kinetik.”
Sebagai kreator dan pecinta film animasi pendek, kunjungan pertama saya ke Minikino Film Week bukan tanpa kesan. Untuk sebuah festival film yang tidak khusus merayakan medium animasi, MFW memberikan ruang cukup besar bagi film-film animasi. Ruang ini tak hanya menampung jumlah, namun juga kualitas dan keberagaman. Kualitas dan keberagaman ini setara dengan film-film non animasi pilihannya. Ini membuat program-program MFW dapat dinikmati sebagai suatu kesatuan, bahkan jika (seperti saya) Anda datang khusus untuk berburu film animasi. Sebagai peserta acara, di MFW saya mengalami sebuah festival film yang hangat dan sederhana, jauh dari hingar bingar karpet merah atau selebritas, namun berbobot kontennya dan internasional skalanya. Ini jelas bukan kali terakhir saya mengunjungi festival ini.