Bagaimana Video Musik dan Animasi Bisa Saling Terkait?
Seiring bertahun-tahun menyelami berbagai referensi musik, tak pernah terpikirkan oleh saya bahwa The Beatles – band legendaris yang kini hanya menyisakan dua personelnya – akan memenangkan Grammy Award untuk kategori Best Music Video di tahun 2024. Band yang bubar saat ayah saya masih kecil dan mengalami berbagai tragedi ini berhasil meraih penghargaan prestisius di masa kini. Bagaimana bisa?
Bagaimana ceritanya mereka menggondol penghargaan prestisius jauh setelah masa jaya mereka berakhir?
Em Cooper, sutradara video musik “I’m Only Sleeping,” adalah kunci dari kesuksesan ini. Cooper, yang baru memulai karier pada tahun 2007, tidak hidup di era kejayaan The Beatles. Namun, sejarah dan diskografi The Beatles yang masih diputar hingga kini tampaknya memikat hatinya. Dengan memahami sepenuhnya era psychedelic The Beatles, Cooper menggabungkan dunia mimpi ala Beatles dengan keahlian seninya: animasi lukisan dengan cat minyak. Hasilnya adalah video klip yang mengalahkan kreativitas Kendrick Lamar dan Billie Eilish, menjadikannya salah satu yang paling inovatif dekade ini.
Berikut video musik The Beatles yang disutradarai Em Cooper
Apa yang dilakukan Cooper membuat saya ingat apa yang membuatku tertarik pada dunia animasi pada awalnya:
“Kemungkinan tak terbatas untuk memvisualisasikan imajinasi yang mustahil.”
Animasi memungkinkan visualisasi imajinasi tanpa batas, seperti yang disampaikan oleh musisi Iksan Skuter dan animator Merry Wijaya. Iksan menggunakan visualisasi pohon dalam lagunya “Sebelum Aku Mati” untuk menggambarkan kematian, sementara Merry mengeksplorasi pengalaman fisiknya saat pandemi dalam video musik “Merry Alone” milik Stars and Rabbit.
Animasi juga memberikan identitas visual unik bagi musisi. Contohnya adalah Gorillaz dan Hatsune Miku. Damon Albarn dan Jamie Hewlett menggunakan animasi untuk membebaskan diri dari ketenaran, sementara Hatsune Miku menjadi ikon Vocaloid dengan visualisasi karakter yang diidolakan di seluruh Jepang. Generasi baru musisi seperti Aespa dan KDA mengadaptasi pendekatan ini dengan menciptakan avatar digital.
Dengan animasi, persona apapun bisa diciptakan tanpa batasan. Ini terbukti melalui karya Cooper dan banyak animator lainnya. Animasi memungkinkan musisi berkreasi tanpa kerepotan mengelola proyek syuting, mencari set, atau memilih pemeran. Bahkan, pemeran utama bisa berupa sel tubuh atau karakter kartun yang tak biasa, seperti dalam video klip Björk atau Mocca.”
Hal ini mungkin terlihat sederhana, dan kita mungkin bertanya-tanya, “Memangnya musisi nggak kepikiran begitu ya?”
Jawabannya mungkin tidak. Sulit bagi mereka untuk berpikir jangka panjang ketika pendapatan dari streaming dan konser tidak sebanding, tawaran manggung berkurang, dan mereka harus menafkahi kru serta keluarga. Namun, kekhawatiran ini bisa menjadi peluang kita jika kita jeli.
Bagaimana kita sebagai animator bisa memanfaatkan tren ini untuk karya dan penghidupan kita, terutama jika belum memiliki nama besar dan jejaring?
Jawaban formalnya adalah meningkatkan kualitas portofolio dan membangun relasi. Lauren Tsai, yang menjadi sensasi internet, memahami bagaimana memanfaatkan portofolio dan ketenaran internet untuk mendapatkan proyek besar. Ia menampilkan proses tumbuh kembang karyanya, menarik perhatian figur penting di industri musik. Hingga menyutradarai video musik Boy Genius.
Pada dasarnya, banyak musisi sebenarnya ingin membuat video klip atau visual lainnya, tapi terhalang oleh masalah teknis dan biaya. Ini adalah peluang bagi animator untuk menawarkan solusi kreatif dengan anggaran yang fleksibel. Tugas kita adalah membantu mereka mengatasi kekhawatiran tersebut.
Animasi adalah karya yang bisa dibuat dengan anggaran besar atau bahkan dengan sisa uang di rekening. Animasi bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan: sebagai visual utama merchandise, mempercantik tampilan panggung, membuat animasi singkat yang bisa cepat viral di TikTok atau Spotify, hingga berkolaborasi dengan fanart yang menunjukkan kecintaan penggemar pada musisi favoritnya. Kemungkinannya tak terbatas, dan tugas kita adalah membantu musisi menyadari semua potensi ini sambil mengatasi masalah teknis mereka tanpa merugikan diri kita sendiri.
Pada akhirnya, kita kembali pada prinsip dasar penyedia jasa: menyelesaikan masalah dan kekhawatiran orang lain. Selanjutnya, kita bisa memfokuskan semua kreativitas kita untuk melakukannya.