Apakah seniman berhenti berkarya ketika pandemi? Tidak bagi seniman Samuel Indratma. Wayang Lostang adalah film animasi yang ia sutradarai pada masa pandemi covid 19, dan dirilis pada tahun 2020. Film berdurasi 30 menit ini merupakan film animasi ke-3 yang disutradarai oleh Samuel. Untuk membuat film ini, ia berkolaborasi dengan berbagai seniman lintas media, mulai dari animator, musisi, aktor, pembaca mantra, pemain kendang, hingga dalang. Sebagai animator yang terlibat dalam karya-karya animasi Samuel, saya melihat dari dekat proses beliau berkarya dan terinspirasi untuk menulis tulisan ini, agar lebih banyak lagi yang mengetahui bahwa ada banyak cara membuat film, salah satunya adalah cara Samuel Indratma.
Bagi Anda yang tidak familiar dengan bidang seni rupa, Samuel adalah seniman yang belajar, tinggal, dan berkarya di Yogyakarta. Ia merupakan pendiri Apotik Komik, Jogja Mural Forum, co-founder dari Sraddha Jalan Mulia Art Project. Dalam berkarya, Samuel aktif dalam kerja-kerja kolektif yang mendorong munculnya berbagai kolaborasi dengan banyak pihak. Hal ini menjadikannya terbiasa untuk menggunakan berbagai media dalam mengkomunikasikan gagasannya, salah satunya melalui animasi.
Dalam membuat animasi, Samuel yang bukan seorang animator ataupun pembuat film, mengembangkan sistem kerja sesuai dengan pengetahuannya. Pada awalnya, ia banyak bertukar pikiran dengan para animator, untuk menemukan pola kerja yang sesuai kebutuhannya. Berbeda dari produksi animasi biasanya yang melibatkan tahapan seperti pembuat logline, naskah, storyboard, concept art, background, animatic, dan lain-lain, Samuel tidak mengikuti sebagian besar langkah-langkah tersebut. Ia meyakini bahwa seperti dalam rumus matematika, hasil akhir bisa dicapai melalui berbagai metode. Samuel memilih pendekatan ini karena menyadari bahwa menggunakan metode kerja yang umum, membuatnya beresiko terjebak dalam praktik-praktik yang menyita waktu dan energi. Dengan sistem kerjanya sendiri, Samuel mengaku bisa lebih fokus pada eksplorasi ide, tanpa harus terbelenggu oleh prosedur.
Balik layar kali ini akan menggali lebih dalam tentang proses kreatif dan teknis dibalik pembuatan karya Animasi “Wayang Lostang” yang diproduksi selama satu bulan, mulai dari ide awal hingga hingga tantangan produksi.
Ide dan Konsep
Ide awal dari pembuatan film ini datang ketika Samuel diundang untuk membuat karya yang bisa dinikmati secara online, di tengah pandemi yang sedang berlangsung. Sebagai makhluk sosial, Ia sempat mengalami tekanan karena banyak peristiwa terjadi, yang menurutnya menakutkan sekaligus menginspirasi. Peristiwa-peristiwa yang ia amati lalu memberinya ide untuk menggambarkan sebuah perjalanan yang aneh, unik, dan menegangkan. Media animasi lalu dipilih untuk mewujudkan ide tersebut, dalam rangka merespon Covid-19.
Ada beberapa alasan Samuel memilih media animasi. Pertama, karena ia terinspirasi oleh wayang, yang sudah sering menjadi sumber idenya dalam karya-karya sebelumnya. Wayang dan animasi sama-sama merupakan bentuk seni bercerita visual yang menghidupkan karakter melalui gerakan. Wayang dan animasi memiliki tingkat kompleksitas yang serupa. Alasan kedua adalah karena ia pernah bekerja sama dengan siswa SMK Komputama Majenang untuk membuat film animasi. Alasan berikutnya adalah potensi animasi yang bisa dinikmati secara online dan melintasi batas geografis, sehingga dapat menjangkau lebih banyak penonton.
Proses visual film Samuel adalah menggabungkan aset wayang, aktor, video, dan animasi. Konsepnya adalah memadukan tradisi dengan teknologi modern. Palet warna hitam putih dipilih untuk menciptakan suasana misterius dan dramatis. Ia ingin membuat penonton lebih fokus pada gerak dan bentuk, tanpa terganggu oleh palet warna yang komplek. Aset wayang yang digunakan semuanya dibuat secara manual, untuk memberikan sentuhan personal dan nuansa otentik. Untuk pemeran utama, ia menggunakan teknik green screen yang diubahnya menjadi siluet, mirip bayangan dalam pertunjukan wayang tradisional. Perpaduan elemen klasik dan modern ini kemudian menjadi ciri khas dalam film Wayang Lostang .
Seperti mengendarai sepeda tanpa kemudi, Samuel memberi judul “Wayang Lostang” dengan tujuan untuk memberikan kebebasan kepada penonton dalam menafsirkan cerita. Dengan rangkaian visual yang tidak naratif dan tanpa alur yang runtut, ia berusaha menciptakan ruang bagi penonton untuk memiliki interpretasi dan keseimbangan tersendiri dalam memahami karyanya.
Desain Wayang
Sebelum mulai menggunting atau menatah wayang, Samuel banyak membuat sketsa agar dapat membayangkan bentuk akhirnya. Sketsanya berbentuk tumbuhan, orang, batu, hingga hewan. Setelah sketsa terkumpul baru ia membuat wayang dengan bahan busa hati.
Keunikan wayang yang diciptakan Samuel adalah tidak memiliki tubuh yang sempurna seperti wayang pada umumnya. Sering kali Ia hanya membuat beberapa bagian tubuh, seperti kepala dan tangan, lalu memadukan bagian-bagian tersebut. Menurutnya, “Saya membayangkan gerakan manusia cukup diwakili oleh kepala saja. Penonton akan tetap mengenali bahwa ini manusia yang bergerak, bukan tubuh yang terpotong. Tubuh tidak perlu utuh, cukup simbolis untuk memicu berbagai interpretasi.” Dengan menciptakan multi interpretasi, Samuel berharap penonton bisa menemukan makna baru setiap kali menonton filmnya kembali.
Karakter Utama
Pemeran utama dalam film ini dimainkan oleh teman Samuel, Zicheng, yang dipilih karena tubuhnya kurus seperti wayang. Samuel membayangkan karakter utama ini melakukan perjalanan jauh, berinteraksi dengan alam, naik turun bukit, merasakan kesepian, bertapa, dan berdoa. Selama perjalanan, ia membawa figur-figur wayang kecil yang selalu mengikutinya, seolah membawa banyak pesan dan peristiwa dalam setiap langkahnya.
Dalam proses pengambilan gambar, Samuel aktif terlibat dalam mengarahkan gerakan karakter utama. Ia membawa panduan rancangan gerakan yang kemudian diujicobakan pada pemeran utama. Kadang Samuel sendiri memperagakan gerakan yang ia inginkan. Selama proses ini, muncul banyak gerakan baru yang justru memperkaya gagasan awal. Teknik green screen kemudian digunakan untuk merekam adegan-adegan tersebut, hasilnya akan diubah menjadi siluet yang diolah secara digital.
Produksi Animasi
Sebelum dianimasikan, Samuel membuat layar khusus yang disinari lampu, untuk memainkan dan merekam wayang-wayangnya secara terpisah. Rekaman ini merupakan caranya untuk memperkaya, menambah, dan mempermudah animator dan compositor dalam merajut tiap adegannya.
Setelah rekaman wayang selesai, proses pembuatan animasi dilanjutkan dengan mengonversi aset-aset yang telah dibuat Samuel. Aset-aset wayang tersebut dipotret satu per satu, lalu backgroundnya dihilangkan agar menjadi aset digital yang siap digunakan. Samuel memberikan kebebasan penuh kepada saya sebagai animatornya, dalam menciptakan komposisi dan gerakan, asalkan tetap sesuai dengan jalan cerita. Sebagai bagian dari proses kreatif, Samuel juga ikut terlibat dalam pembuatan storyboard, menggunakan aset wayangnya langsung, atau bahkan lukisannya.
Metode penyutradaraan Samuel menginspirasi saya untuk menggunakan berbagai cara dalam pembuatan animasi, untuk memperkaya visual film. Salah satu cara yang saya gunakan adalah parallax, yakni menjadikan aset wayangnya menjadi format digital flat 3d dan menambah kedalaman pada komposisi setiap bagian asetnya. Saya juga menggunakan gerakan kamera untuk menghidupkan suasana adegan. Selain itu saya menduplikasi aset-aset wayang dalam satu adegan untuk menciptakan kesan lebih ramai dan kolosal, sehingga memperkuat atmosfer epik di beberapa adegan penting. Agar proses produksi menjadi lebih efisien, saya juga membuat bank aset yang berisi berbagai karakter dan aset pendukung, yang sudah dianimasikan sebelumnya, untuk digunakan kembali pada shot-shot yang membutuhkan.
Produksi Musik
Dimawan Krisnowo Adji sebagai komposer membawa sentuhan menarik pada musik film ini. Ia menggunakan instrumen masa kecilnya, tambur, yang dimainkan dengan teknik tremolo, untuk menimbulkan bunyi yang unik. Tambur adalah alat musik tradisional berbentuk gendang, biasanya digunakan untuk upacara adat atau pernikahan. Selain tambur, Dimawan juga memanfaatkan suara tradisional napeni beras, yaitu suara yang dihasilkan dari proses membersihkan beras, sebuah aktivitas tradisional yang dulu sering dilakukan oleh orang Jawa. Sesuai konsep film ini, ia pun menciptakan suasana yang menggabungkan memori masa lalu dan suara-suara di zaman modern, dengan cara perpaduan memadukan bunyi-bunyian tersebut di atas bersama dengan alat musik cello dan sejumlah suara instrumen elektronik.
Samuel lalu berinisiatif menambahkan elemen orisinalitas dalam audio filmnya dengan melibatkan berbagai kolaborator. Untuk memperkaya suasana tradisional, ia bekerja sama dengan Wahono Simbah, seorang dalang muda, yang membacakan mantra untuk menambah nuansa mistis pada film. Dilibatkan juga Kasijan, seorang pembuat gerabah dari Kasongan, yang di waktu luangnya juga merupakan penyanyi jathilan dan sering nembang lagu Jawa klasik. Tidak hanya itu, Samuel juga menciptakan bunyi-bunyian sendiri untuk menambah dramatisasi adegan-adegan dalam film. Dengan semua elemen ini, Samuel berharap dapat memperkuat kesan bahwa film ini dibuat di Indonesia, menggunakan instrumen dan bunyi-bunyian unik, khas Indonesia.
Tantangan dan Temuan Baru
Dalam proses pembuatan Wayang Lostang ini, Samuel menghadapi berbagai tantangan. terutama dalam menggabungkan elemen-elemen visual seperti animasi, wayang, aktor, dan video. Ia mengatasi tantangan ini dengan berpikir strategis sejak awal. Dengan cermat, Ia merencanakan cara-cara agar timnya bisa bekerja maksimal dan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Ia lalu mengelola proses tersebut tanpa memaksakan semuanya harus sesuai dengan keinginannya sendiri. Pendekatan ini menjadi kekuatan Samuel untuk keluar dari bayangannya sendiri, memberikan ruang bagi kolaborator untuk berperan lebih dan memperkaya karya. “Kalau saya menginginkan keinginannya saya sendiri, itu bukan kolaborasi, itu pesan. Kolaborasi untuk memperkaya bukan untuk memaksakan kehendak. Kalau tidak seperti itu, mending saya melukis sendiri aja. ”ujarnya yang diikuti tawa. Pada akhirnya setiap kolaborator berperan sesuai apa yang mereka bisa dan kuasai.
Banyak sekali temuan baru yang diperoleh Samuel dari film ini. Ia beranggapan bahwa setiap pengalaman kolaborasi kalau tidak ada kemungkinan baru atau temuan baru dari tim, maka kolaborasi tersebut gagal. Ia selalu mempersiapkan diri untuk kejutan dan kemungkinkan baru. Dari situlah ia belajar mendapatkan pengalaman, dan memperkaya pandangan keseniannya sendiri, sekaligus memperkaya pandangan dan pengalaman kolaboratornya.
Harapan
Samuel berharap dari film ini, bisa tercipta lebih banyak film animasi dengan metode yang ia ciptakan. Ia bahkan berencana membuat 100 film animasi untuk diputar di banyak peristiwa, event, dan festival. Ia membayangkan itu semua sambil berkata “Nanti ketika saya sudah berumur misal 80 tahun, saya akan terkagum-kagum dengan karya animasi saya sendiri, kok bisa ya seperti ini”.
Film “Wayang Lostang” dapat ditonton di https://www.experimentalwayangexchangepj.com atau di youtube berikut ini:
Art of Wayang Lostang
Credit
Producer & Director
Samuel Indratma
Music Director
Dimawan Kresno Adji
Shadow Puppets
Samuel Indratma
The Cast of Pilgrimage
Zicheng Sugianto
Kendang
Tri Kasongan
Vokal
Kasjian
Mantra
Wahono Simbah
Animator & Editor
Wahyu Nurul Iman
Photographer & Videographer
Abram Hendra