Animasi Club edisi ke-31 bertemakan “Nature/Creature” telah sukses digelar pada Minggu (29/01) lalu, bertempat di Bale Merapi, Sleman.
Meski malam itu hujan, 36 orang menghadiri pemutaran film. Mereka terdiri dari kreator animasi, aktivis lingkungan, mahasiswa, bahkan jurnalis. Acara dipandu oleh Chonie Prysilia sebagai host, dimulai dengan memutar video-video dukumentasi Animasi Club edisi sebelumnya, dan diselingi dokumentasi CraftAnimFest.
7 film pendek animasi bertema lingkungan diputar selama 1 jam. Animasi tersebut sengaja dipilih dari berbagai negara asal filmmaker yang berbeda. Indonesia, Spanyol, India, Perancis, Honduras, dan Korea Selatan. Penonton menyimak dengan seksama selama film-film tersebut diputar dari awal hingga akhir.
Sebagai pemantik diskusi, kami menghadirkan seorang filmmaker & Anggota Dewan SAKA WANABAKTI, Mifta Ul Huda, kemudian memimpin diskusi tentang pemutaran film tersebut. Nara sumber kali ini adalah AG. Irawan, Aktivis Lingkungan & Pegiat Sungai, yang sudah berpengalaman melakukan kerja-kerja aktifisme untuk melestarikan lingkungan hidup di daerah Sleman dan sekitarnya.
Beberapa penonton terlihat merespon film-film yang diputar dengan berbagai sudut pandang menarik. Gunawan, seorang bapak yang malam itu hadir dengan istri dan anak-anaknya, menyampaikan keresahannya akan sedikitnya animasi-animasi bertema lingkungan untuk konsumsi anak-anak dan publik lokal/Indonesia.
Jika pun ada, rata-rata adalah karya animasi dari luar negeri (subtropis) yang tentu saja kurang spesifik dengan keberagaman satwa di Indonesia sendiri (tropis).
Beliau memulai kemudian memberikan sebuah contoh konkrit berupa karyanya dalam bentuk buku bergambar. Buku tersebut bercerita tentang Elang Jawa, yang menurutnya tidak banyak sumber referensi yang bisa diceritakan dalam karya sederhana untuk media penyampaian cerita ke anak-anak.
Lida, seorang animator menyampaikan gagasan bagaimana sebaiknya cerita-cerita tersebut diperkuat dengan ilmu sains, dan bukan hanya mistis/mitologi belaka. Menurutnya sains akan menjadikan penonton menjadi lebih dekat dengan kehidupan dan lingkungannya. Beda dengan Wildan, warga Demak yang sedang meniti karir di Yogyakarta, yang berseberangan dengan pendapat Lida. Ia yakin mitologi atau cerita mistis lainnya bisa dipakai sebagai pendekatan guna menyuarakan pesan menjaga keseimbangan ekologi. Ia mencontohkan sungai di kampungnya yang dulunya kotor menjadi bersih karena faktor cerita mitologi. Sedangkan Mas H bercerita tentang fenomena sungai di lereng gunung Sumbing tempat di dekat rumahnya. Bagaimana peran sungai menjadi sumber kehidupan warganya. Ia teringat banyak warga yang belum sadar akan kebersihan sungai yang berdampak langsung kepada kesehatan warga di sekitarnya, hulu ke hilir.
Diskusi kemudian mengalir dengan baik dan lancar, menunjukkan potensi tak terbatas dari media animasi untuk mengatasi masalah lingkungan.
Animasi Sebagai Media Dahsyat
Berikut beberapa quotes dalam diskusi:
“Salah satu yang kami butuhkan (aktifis lingkungan) adalah media visual, apalagi animasi yang sangat imajinatif membawa pesan-pesan lingkungan menjadi lebih dahsyat!” ~ AG. Irawan
“Yang jelas misi saya adalah, sungai-sugai kita kembali menjadi sumber mata air bagi kehidupan kita. Bukan saja sebagai tempat mengalirkan air!” ~AG. Irawan
“Dalam impian saya, jika ada perda yang mewajibkan setiap orang/penduduk wajib mandi di sungai, maka sungai akan kembali dirawat (bersih)!” ~ AG. Irawan
“Berdasarkan penelitian kami sepanjang 2020 sd 2022 di beberapa sungai besar di DIY, kami menemukan bahwa air sungai mengandung timbal yang besarannya 3000x ambang batas. Dari manakah itu? Dari resapan limbah air bekas cucian motor/mobil/karpet dan laundry yang merembes (drainase) ke sungai!” ~ AG. Irawan
“Kira-kira apa yang akan terjadi jika PDAM kemudian memakai sungai (yang mengandung timbal) menjadi sumber utama konsumsi air masyarakat? Nah, dampak itu bisa digambarkan/disuarakan melalui film animasi dengan sangat dahsyat!” ~ AG. Irawan
“Animasi bisa menjadi mediasi yang kritis, sekaligus mencoba menawarkan solusi. Saya kira luar biasa!” ~ AG. Irawan
“Kenapa harus sungai? Sebenarnya tidak hanya sungai, tetapi setiap orang disini dekat sekali dengan sungai daripada hutan, maka kamu mulai dari yang dekat. Saya punya tagline sederhana untuk itu:
~ AG. Irawan“X bukan segala-galanya, tetapi segala sesuatu bisa dimulai dari X!” (X adalah variable bebas)
Contoh: Animasi bukan segala-galanya, tetapi segala sesuatu bisa dimulai dari animasi.
Jika Anda tertarik, Anda dapat melihat dokumentasi foto-foto dari acara tersebut di sini atau dokumentasi video berdurasi satu menit di sini.
Atas nama Tim Klub Animasi, dan seluruh hadirin, kami mengucapkan TERIMA KASIH kepada:
dan atas kehadiran Anda semua. Semoga Anda mendapatkan inspirasi dari acara Animasi Club eps. 31 ini.